Sabtu, 12 Februari 2011

SHALAT

A.   Pengertian Shalat
Asal makna salat menurut bahasa Arab ialah “do’a”, tetapi yang dimaksud di sini ialah “ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.

 “Dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)

B.   Waktu shalat fardu
1.      Salat Lohor
Awal waktunya adalah setelah tergelincir matahari dari pertengahan langit. Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan panjangnya, selain dari baying-bayang ketika matahari menonggok (tepat diatas ubun-ubun).
2.      Shalat Asar
Waktunya mulai daripada panjangnya selain dari bayang-bayang sesuatu lebih daripada panjangnya selain dari bayang-bayang ketika matahari sedang menonggok, sampai terbenam matahari.
3.      Shalat Magrib
Wakrunya dari terbenam matahari sampai terbenam syafaq (teja) merah.
Cahaya matahari yang terpancar di tepi langit sesudah terbenamnya. Ada dua rupa, mula-mula merah, sesudah hilang yang merah ini datang cahaya putih; kedua cahaya dinamakan “syafaq”.
4.      Shalat Isya
Waktunya mulai dari terbenam syafaq merah (sehabis waktu magrib) sampai terbit fajar kedua. Cahaya matahari sewaktu akan terbit,bertebaran melintang di tepi langit sebelah timur.
5.      Shalat Subuh
Waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.


C.   Syarat-syarat wajib Shalat lima waktu
1.      Islam
2.    Suci dari haid (kotoran dan nifas)
3.      Berakal
4.      Balig (dewasa)
5.      Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Saw. kepadanya)
6.      Melihat atau mendengar
7.      Jaga
D.   Syarat-syarat Syah Shalat
1.    Suci dari hadas besar (Yaitu junub, haid, nifas, dan baru melahirkan),    Bersucinya dengan mandi.
2.      Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis.
3.      Menutup aurat.
4.      Mengetahui masuknya waktu salat.
5.      Menghadap ke kiblat (Ka’bah).

E.   Rukun Shalat
1.      Niat
2.      Berdiri bagi orang yang kuasa
3.      Takbiratul ihram (membaca “Allahu Akbar”)
4.      Membaca surat Fatihah
5.      Rukuk serta tuma-ninah (diam sebentar)
6.      I’tidal serta tuma-ninah (diam sebentar)
7.      Sujud dua kali serta tuma-ninah (diam sebentar)
8.      Duduk diantara dua sujud serta tuma-ninah (diam sebentar)
9.      Duduk akhir
10.  Membaca Tasyahud akhir
11.  Membaca salawat atas Nabi Muhammad Saw.
12.  Memberi salam yang pertama (ke kanan)
13.  Menertibkan rukun         
F.     Sunat-sunat Shalat
1.      Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai tinggi ujung jari sejajar dengan telinga, telapak tangan setinggi bahu, keduanya dihadapkan ke kiblat.
2.      Mengangkat kedua tangan ketika akan rukuk, ketika berdiri dari rukuk, dan tatkala berdiri dari tasyahud awal dengan cara yang telah diterangkan pada takbiratul ihram.
3.      Meletakan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri, dan keduanya diletakkan dibawah dada, dll.
G.    Hal-hal yang membatalkan Shalat
1.      Meninggalkan salah satu rukun atau sengaja memutuskan rukun sebelum sempurna, umpamanya melakukan I’tidal sebelum sempurna rukuk.
2.      Meninggalkan salah satu syarat.
3.      Sengaja berbicara
4.      Banyak bergerak.
5.      Makan atau  minum.
Ø  Shalat Qasar dan Jamak
Salat qasar artinya salat yang diringkaskan bilangan rakaatnya, yaitu diantara salat fardu yang lima; yang mestinya empat rakaat dijadikan dua rakaat saja. Salat lima waktu yang boleh diqasar hanya Dhuhur, Asar, dan Isya.
Ø  Syarat Syah Shalat Qasar
1.      Perjalanan yang dilakukan itu bukan perjalanan maksiat (terlarang), seperti pergi haji, silaturahmi; atau berniaga, dsb.
2.      Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80,640 km atau lebih.
3.      Salat yang diqasar itu ialah salat adaan (tunai), bukan salat qada.
4.      Berniat qasar ketika takbiratul ihram.
Ø  Shalat Jum'at
Salat Jumat ialah salat dua rakaat sesudah khotbah pada waktu Lohor pada hari Jumat. Hukumnya: Shalat Jumat itu fardu ‘ain, artinya wajib atas setiap laki-laki dewasa yang beragama islam, merdeka, dan tetap di dalam negeri.
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.”(Al-Jumu’ah: 9)
Ø  Syarat-syarat wajib Shalat Jum'at
1.      Islam
2.      Balig (dewasa)
3.      Berakal
4.      Laki-laki
5.      Sehat
6.      Tetap di dalam negeri
Ø  Syarat Syah mendirikan Shalat Jum'at
1.      Hendaklah diadakan di dalam negeri yang penduduknya menetap, yang telah dijadikan watan (tempat-tempat).
2.      Berjamaah, karena di masa Rasulullah Saw. salat Jumat tidak pernah dilakukan sendiri-sendiri.
3.      Hendaklah dikerjakan di waktu Dhuhur dan Hendaklah didahului oleh dua khutbah.
H.    Shalat Sunat
1.      Shalat Hari Raya
2.      Shalat gerhana bulan dan matahari
3.      Shalat minta hujan (Istisqa)
4.      Shalat sunat Rawatib
5.      Shalat sunat Jumat
6.      Shalat tahiyatul masjid
7.      Shalat tatkala akan bepergian
8.      Shalat sunat Wudu
9.      Shalat Duha
10.  Shalat Tahajud
11.  Shalat Witir
12.  Shalat Tarawih
13.  Shalat Istikharah
14.  Shalat sunat Mutlaq

THAHARAH

A. Bersuci
Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah:222)
 Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:
a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macan dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
 Bersuci ada dua bagian:
1. Bersuci dari hadas. Bagian khusus untuk badan, seperti mandi, berwudu, dan tayamum.
2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.
B. Macam-macam air dan pembagiannya:
1. Air yang suci dan menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaanya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
2. Air yang suci, tetapi tidak menyucikan
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air, yaitu:
a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tsb diatas, seperti air kopi, teh, dsb.
b. Air sedikit, kurang dari dua kulah, sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
c. Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu (air nira), air kelapa, dsb.
3. Air yang bernajis
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
a. Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b. Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit-berarti kurang dari dua kulah- tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis. Kalau air itu banyak, berarti dua kulah atau lebih, hukumnya tetap suci dan menyucikan.
4. Air yang makruh
Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian; kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.
C. Benda-benda yang termasuk najis
Suatu barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang menunjukkan bahwa benda itu najis. Benda najis itu banyak diantaranya:
1. Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
2. Darah
3. Nanah
4. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu
5. Arak; setiap minuman keras yang memabukkan
6. Anjing dan babi
7. Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
 Kaifiat (cara) mencuci benda yang kena najis
1. Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kecing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir diatas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
3. Najis mutawassitah (pertengahan), yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang tersebut diatas. Najis pertengahan ini terbagi atas dua bagian:
a. Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kena itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, atau baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
D. Istinja
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istnja’ dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula-mula dengan batu atau lainya, kemudian dengan air.
Syarat istinja’ dengan batu dan yang sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu, tetapi wajib dengan air.
E. Adab buang air kecil dan besar
1. Sunat mendahulukan kaki kiri ketika masuk kakus, dan mendahulukan kaki kanan tatkala keluar.
2. Janganlah berkata-kata selama didalam kakus itu, kecuali berdoa dikala masuk kakus itu, kecuali berdoa dikala masuk kakus.
3. Hendaklah memakai sepatu, sandal, atau sejenisnya, karena Rasulullah Saw. apabila masuk kakus, beliau memakai sepatu. (Riwayat Baihaqi)
4. Hendaklah jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya, supaya jangan mengganggu orang lain.
5. Jangan berkata-kata selama didalam selama didalam kakus, dll.
F. Wudu (mengambil air untuk salat)
Perintah wajib wudu bersamaan dengan perintah wajib salat lima waktu, yaitu tahun setengah sebelum tahun Hijriah.
 Syarat-syarat wudu
1. Islam
2. Mumayiz
3. Tidak berhadas besar
4. Dengan air yang suci dan menyucikan
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah, dsb. yang melekat diatas kulit anggota wudu.
 Fardu (rukun) wudu
1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku
4. Menyapu sebagian kepala
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
6. Menertibkan rukun-rukun diatas
 Beberapa sunat wudu
1. Membaca “membaca” pada permulaan wudu.
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum berkumur-kumur.
3. Berkumur-kumur.
4. Memasukkan air ke hidung.
5. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri, dll.
 Yang Membatalkan wudu
1. Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya
2. Hilang akal
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan
G. Mandi wajib
Yang dimaksud dengan “mandi” disini ialah mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat.
 Sebab-sebab mandi wajib
1. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak.
2. Keluar mani.
3. Mati.
4. Haid.
5. Nifas.
6. Melahirkan.
 Fardu (rukun) mandi
1. Niat
2. Mengalirkan air ke seluruh badan
 Sunat-sunat mandi
1. Membaca “bismillah” pada permulaan mandi
2. Berwudu sebelum mandi
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri
5. Berturut-turut
 Mandi Sunat
1. Mandi hari Jumat disunatkan bagi orang yang akan mengerjakan salat Jumat.
2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kurban.
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada kemungkinan ia keluar mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah, dll.
H. Tayamum
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudu atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur), yaitu:
1. Uzur karena sakit
2. Karena dalam perjalanan
3. Karena tidak ada air
 Syarat tayamum
1. Sudah masuk waktu salat
2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu salat sudah masuk
3. Dengan tanah yang suci dan berdebu
4. Menghilangkan najis
 Fardu (rukun) tayamum
1. Niat
2. Mengusap muka dengan tanah
3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah
4. Menertibkan rukun-rukun
 Hal-hal yang dilarang karena hadas kecil
1. Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunat. Begitu juga sujud tilawah, sujud syukur, dan khotbah Jumat.
2. Tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3. Menyentuh, membawa, atau mengangkat Mushaf (Qur’an).
 Hal-hal yang dilarang karena hadas junub
1. Salat, baik salat fardu ataupun salat sunat.
2. Tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3. Menyentuh, membawa, atau mengangkat Mushaf (Qur’an).
4. Membaca Al-Qur’an.
5. Berhenti dalam masjid.
 Hal-hal yang dilarang karena hadas, haid, atau nifas
1. Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunat.
2. Mengerjakan tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3. Menyentuh atau membawa Al-Qur’an.
4. Diam di dalam masjid.
5. Puasa, baik puasa fardu maupun puasa sunat.
6. Suami haram menalak istrinya yang sedang haid atau nifas

Pendidik dan Peseta Didik dalam PendIdikan Islam

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENDIDIK
1. PENGERTIAN PENDIDIK
Dalam konteks pendidikan islam, pendidik di sebut dengan murrabi, muallim dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi.Kata atau istilah “murabbi”misalnya, lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani dan rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya.Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang terpuji.
Bagi mereka yang cenderung memakai istilah tarbiyah, tentu murabbi adalah sebutan yang tepat untuk seorang pendidik. Begitu juga halnya dengan mereka yang cenderung menggunakan term ta’dib untuk mengistilahkan pendidikan, tentunya mu’addib menjadi pilihannya dalam mengungkapkan atau mengistilahkan seorang pendidik. Namun demikian, tampaknya istilah mu’allim lebih sering dijumpai dalam berbagai literatur pendidikan islam, dibandingkan dengan yang lainnya.

2. SECARA TERMINOLOGI
Pendidik yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan.Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama-tama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri, kemudian bersifat sosial dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain. Hal ini tercermin dalam firman Allah sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman,peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar ,keras tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Qs.Al-tahrim:6)
Para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik:
a) Moch.Fadhil al-djamil menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.
b) Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggung-jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c) Sutari imam Barnadib mengemukakan, bahwa pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik.
d) Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.
e) Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam islam sama dengan teori di barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.
Di Indonesia pendidik disebut juga guru yaitu, “orang yang digugu dan ditiru”. Menurut Hadari Nawawi guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas.Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran,yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dibedakan antara pendidik denagn tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, pasilitator, dan sebutan lain yang sesuai denag khususnya serta berpartisifasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

3. JENIS PENDIDIK
Pendidik dalam pendidikan isalam ada beberapa macam:
1) Allah SWT
Dari berbagai ayat al-Quran yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia juga sebagai pencipta,
 Firman Allah SWT yang artinya:
“ Segala pujian bagi Allah rabb bagi seluruh alam”. (Qs. Al-Fatihah:1)
 Sabda Rasululloh SAW yang artinya:
“ Tuhanku telah adabani (mendidik) ku sehinggamenjadi baik pendidikan”.
Berdasarkan ayat dan hadits di atas dapat difahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia.
2. Nabi Muhammad SAW
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mualim (pendidik). Nabi sebagai peerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunuk-petunujuk kepada seluruh umat islam kemudian dilanjutkandengan menngajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.
3. Lingkungan Keluarga
Pendidik dalam lingkungan keluarga, adalah orang tua.hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengan ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengan orang tuanya.
Al-Quran menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan tuhan, memerintahkan anaknya agar menjalankan perintah solat, sabar dalam menghadapi penderitaan.
4. Guru
Pendidik di lenmbaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya. Allah SWT menjelaskan: ”sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak yang menerimanya, dan menyuruh kamu apabilamenetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Aalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat. (Q.S an-Nisa’ : 58)

4. KEUTAMAAN PENDIDIK
Dilihat secara mendalam bahwa pekerjaan sebagai guru adalah suatu pekerjaan yng luhur dan mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat, negara dan dari sudut keagamaan. Dalam ajaran islam pendidik sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun oleh Rasul-Nya.
Firman Allah SWT
Artinya :
“Allah meningkatkan derajat orang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat”. (Q.S Al-Mursalat : 11)
Sabda Rasulullah SAW
Artinya :
“sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”. (H.R. Bukhori)
Sabda Rasulullah SAW
Artinya :
“Tinta para ulama lebih tinggi nilainya dari pada darah para shuhsds”. (H.R. Abu Daud dan Tirmizi).
Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu Pengetahuaan (pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu bergikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Dengan kemampuan yang ada pada manusia terlahir teori-teori untuk kemaslahatan manusia.
Pendidikan di lingkungan pesantren, menjadikan guru atau kiai yang menjadi tokoh panutan dan mempunyai kewibawaan rohani yang tinggi. Begitu juga halnya dengan guru yang berada di pedesaan bahwa mereka dipandang sebagai orang yang punya kelebihan, mereka lebih dihormati dan tampil sebagai pemeran utama di dalam masyarakat. Mereka danggap sebagai elite desa.
Pendidikan islam sarat dengan konsepsi ketuhanan yang memiliki berbagai keutamaan. Abd. Al-Rahman al-Nahlawi menggambarkan orang yang berilmu diberi kekuasaan menundukkan alam semesta demi kemaslahatan manusia. Oleh karena itu dalam kehidupan sosial masyarakat, para ilmuwan (pendidik) di pandang memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Dan itu pulalah sebabnya al-Ghazali meletakkan posisi pendidik ada posisi yang penting, dengan keyakinan bahwa pendidik yang benar merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Allah dan untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

5. TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN HAK PENDIDIK
1. Tugas Pendidik
Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.
a) Tugas secara umum
Tugas pendidik yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentranformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
b) Tugas secara khusus
1) Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajarandan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
2) Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.


2. Tanggung Jawab Pendidik
Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, mendidik individu supaya beriman kepada Allah supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi jauh darin itu. Pendidik akan mempertanggung jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah sebagaimana hadist Rasul. “Dari Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : Masing-masing kamu adalah pengembala damasing-masing bertanggung jawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang di gembalanya”. (H. R. Bukhori dan Muslim).

6 KODE ETIK PENDIDIK

a) Kode etik Pendidik Indonesia
Kode etik menurut UU No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokokkepegawaian dinyatakan bahwa kode etik adalah sebagai pedoman sikap tingkah laku dan perbiuatan di dalam dan di luar kedinamisan. Menurut Basuni Ketua Umum PGRI tahun 1973 menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdinya bekerja sebagi guru.
Kode etik guru ada 2 macam, yaitu :
1. Kode Etik Guru Indonesia
Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah merupakan suatu bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merasa turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai guru dengan mempedomani dasar-dasar sebagai berikut :
• Guru berbakti membimbing anak-didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
• Guru mempunyai kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak-didik masing-masing.
• Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang peserta didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan. Dst.
2. Kode Etik Jabatan Guru
• Guru sebagai manusia Pancasila hendaknya menjunjung tinggi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
• Guru sek\laku pendidik hendaknya bertekad untuk mencintai anak-anak dahn jabatannya, serta selalu menjadikan dirinya suri teladan bagi peserta didiknya.
• Setiap guru berkewajiban selalu menyelaraskan pengetahuan dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir. Dst.

3. Kode Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Al-Kanani (w. 733 H) mengemukakan persyaratan seorang peserta pendidik atas tiga macam yaitu : Yang berkenaan dengan dirinya sendiri, yang berkenaan dengan pelajaran, dan yang berkenaan dengan muridnya.

7. PERAN PENDIDIK
Firman Allah SWT : Artinya :
Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan padanya Al-Kitab, al-hikmah, dan kenabian lalu berkata kepad manusia: “Hendaklah kamu enjadi hamba-hambaku, bukan hamba-hamba Allah”. Akan tetapi (hendaklah ia berkata), “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan karena kamu tetap mempelajarinya”. (Q.S. Ali Imran : 79)
“Ya Tuhan kami, utuslah umtuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan keada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana.(Q.S. Al Baqarah : 129)
Berdasarkan firman Allah di atas, al-Nahlawi menyimpulkan bahwatugas pokok (peran utama) guru dalam pendidikan islam adalah sebagai berikut :
1. Tugas Pensucian. Guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri pada Allah SWT,
2. Tugas Pengajaran. Guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.

B. PESERTA DIDIK
1. PENGERTIAN
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan cirri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota Masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

2. KEBUTUHAN PESERTA DIDIK
a. Kebutuhan Fisik
Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan fisik yang cepat terutama pada masa pubertas . Kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum dan istirahat, dimana hal ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya dan dapat memberikan informasi yang memadai tentang pertumbuhan melalui berbagai kegiatan bimbingan seperti bimbingan pribadi atau dalam bimbingan kelompok.
b. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebuuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti diterima oleh teman-temannya secara wajar.
c. Kebutuhan Untuk Mendapatkan Status
Peserta didik juga butuh kebanggaan untuk diterima dan dikenal sebagai individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya, karena sangat penting bagi peserta didik dalam mencari identitas diri dan kemandirian.
d. Kebutuhan Mandiri
Peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkjan dan mendidiplinkan dirinya sendiri.
e. Kebutuhan Untuk Berprestasi
Dengan terpenuhinya untuk memiliki status atau penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiridapat membuat peserta didik giat untuk mengejar prestasi.
f. Kebutuhan Ingin Disayangi dan Dicintai
Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang esensial, karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap mental peserta didik. Dalam agama cinta kasih yang paling tinggi diharapkan dari Allah SWT. Itu sebabnya setiap orang berusaha mencari kasih saying dengan mendekatkan diri kepada-Nya.
g. Kebutuhan Untuk Curhat
Kebutuhan untuk curhat terutama dimaksudkan suatu kebutuhan untuk dipahami ide-ide dan permasalahan yang dihadapinya.
h. Kebutuhan Untuk Memiliki Filsafat Hidup
Peserta didik mempunyai keinginan untuk mengenal apa tujuan hidup dan bagaimana kebahagiaan itu diperoleh, dan mereka membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang jelassebagai suatu filsafatyang memuaskan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini.

3. DIMENSI PESERTA DIDIK
a) Dimensi Fisik (Jasmani)
Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan makhluk lainnya. Fisik atau jasmani terdiri atas organism fisik. Organism manusia lebih sempurna dibandingkan organism makhluk lainnya. Pada dimensi ini proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan, karena semuanya termasuk bagian dari alam. Namun manusia merupakan makhluk boitik yang unsure-unsur pembentukan materialnya bersifat professional antara unsur material yang sama yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air, sehingga manusia disebur sebagai makhluk yang sempurna dan terbaik penciptaannya. Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q. S. Al-Tiin : 4)
b) Dimensi Akal
Al-Ishfani membagi akal manusia kepada dua macam, yaitu:
a) Aql al-Mathhu’ yaitu,akal yang merupakan pancaran dari Aallah sebagai fitrah ilahi
b) Aql al-Masmu’ yaitu, akal yang merupakan kemampuan penerinma yang dapat dikembangkan oleh manusia.
Fungsi akl manusia terdiri dari beberapa macam, yaitu :
1) Akal adalah penahanan nafsu.
2) Akal adalah pengertian dan pemikiran uang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun tidak jelas.
3) Akal adalah petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan kesesatan.
4) Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan.
5) Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
6) Akal adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang akan dihadapi.
c) Dimensi Keberagaman
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan, dalam pandangan islam, sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa agama, jiwa yang mengakui adanya zat Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa yaitu Allah Swt. Sejak di dalam roh, manusia telah mempunyai komitmen bahwa Allah adalah Tuhannya. Pandangan ini bersumber pada Firman Allah Swt :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Merekan menjawab : “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan : “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Allah)”. (Q. S. al-A’raf : 172)
Manusia adalah basil dari proses pendidikan yang mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pendidikan akan mudah tercapai kalau ia mempunyai kesamaan dengan sifat-sifat dasar dan kecenderungan manusia pada objek-ibjek tertentu.
d) Dimensi Akhlak
Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali jika muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa yang mempunyai tujuan langsung yaitu harga diri dan tujuan jauh, yaitu ridha Allah Swt.
Tujuannya untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan mulia dalam tingkah laku, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.
e) Dimensi Rohani (Kejiwaan)
Merupakan suatu dimensiyang sangat penting dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tentram dan bahagia.
Insane merupakan makhluk yang diciptakan dari tubuh yang dapat dilihatoleh pandangan dan jiwa yang bisa ditanggapi oleh akal dan bashirah, tetapi tidak dengan pancaindera.
Seni adalah bagian dari hidup manusia. Allah telah menganugrahkan kepada manusia untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah dan melaksanakan fungsi kekhalifahannya di dunia. Seorang mukmin juga mencintai keindahan , karena Rabbnya mencintai yang indah, Allah itu indah dan mencintai yang indah.
f) Dimensi Sosial
Setiap individu adalah dari kelompoknya, kelompok kecil dalam masyyarakat adalah keluarga. Maka agen si\osialisasi bagi seorang anak adalah orang tuanya, yang harus menyadari bahwa setiap interaksinya dengan anak merupakan kesempatan baik untuk menanamkan benih penyesuaian dan pembentukan watak yang dapat menghasilakan buah. Bahkan kecepatan perkembangan social anak tergantung pada pemeliharaan sebelum lahir, yaitu bagaimana reaksi orang-orang disekitarnya terutama orang tua baik yang disadari atau tidak disadari keberadaannya, dan kemudian dilanjutkan pendidikan setelah lahir.

4. INTELEGENSI PESERTA DIDIK
Intelegensi (kecerdasan) menurut Crow and Crow berarti kapasitas umum dari seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-kebutuhan baik keadaan rohniah secara umum yang dapat disesuaikan dengan pronlem-problem dan kondisi-kondisi baru di dalam kehidupan.
Pada saat ini pemahaman terhadap kecerdasan itu sudah berkembang diantaranya :
a. Kecerdasan Intelektual
Yaitu kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain, yang berhubungan dengan proses kognitif seperti berfikir, daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika.
Ciri kecerdasan intelektual yaitu, menurut Thurstone dengan teori multifaktornya mencakup pada factor ingatan, factor verbal, factor bilangan, faktorkelancaran kata-kata, faktorpenalaran, faktorpersepsi dan factor ruang. Menurut Nanan Syaodah menyimpulkan ciri perilaku yang memiliki kecerdasan tinggi yaitu: terah pada tujuan, tingkah laku terkoordinasi, sikap jasmani, memiliki daya adaptasi yang tinggi, berorientasi kepada sukses, mempunyai motifasi yang tinggi, dilakukan dengan cepat dan menyangkut kegiatan yang luas. Kemudian Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir menyatakan bahwa kecerdasan intelektual meliputi: berfikir, memahami, memperhatikan, melihat dengan seksama, mengmbil perumaan, interpretasi, merenung, menganalogi, menalar, mengingat, menghitung, mempresepsi, memprediksi, memecahkan masalah secara rasional.
b. Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Golemen kecerdasan emosional yaitu, kemampuan untuk memotifasidiri sendiri, bertahan menahan frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa.
Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja dari otak kanan. Sedangkan kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja otak kiri. Menurut De Porter dan Hamacke, otak kanan manusia memiliki cara kerja yang logic, sekuensi, rasional, dan linear.
Goleman menyatakan bahwa ciri-ciri kecerdasan emosional pada dasarnya memiliki lima aspek, yaitu:
• Kemampuan mengenali emosi diri
• Kemampuan menguasai emosi sendiri
• Kemampuan memotivasi emosi diri
• Kemampuan mengenali emosi orang lain
• Kemampuan mengembangkan hubungan dengan orang lain
Sedangkan cirri akhlak islam antara lain :
1. Bersifat menyeluruh (Universal)
2. Ciri-ciri keseimbangan islam dengan ajaran-ajaran dan akhlaknya menghargai tabiat manusia
3. Bersifat sederhana akhlak dalam islam berciri kesederhanaan dan tidak berlebihan pada salah satu aspek
4. Realistis
5. Adanya Kemudahan
6. Mengikuti kepercayaan dengan amal
7. Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prinsip akhlak umum.
Sedangkan Jalaludin Rahmat mengemukakan bbahwa untuk memperoleh kecerdasan emosional yang tinggiharus dilakukan hal-hal berikut :
1. Musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan baik dan membuang perbuatan buruk.
2. Muraqabah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari
3. Muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan, dan
4. Mu’atabah dan Mu’aqabah, mengecam keburukan yang dikerjakan dan menghukum diri sendiri (sebagai hakim sekaligus sebagai terdakwa).
c. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Menurut Ary Ginanjar Agustian, kecerdasan spiritual adalah, kemampuan untuk member makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya, dan memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsif hanya karena Allah.
Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
1. Bersikap Asertif, mempunyai kesadaran bahwasannya di dunia ini tidak ada yang lebih baik dan sempurna.
2. Berusaha mengadaakan inovasi, untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari saat ini yang dicapai manusia.
3. Berfikir lateral, yakni pada saat sifat keunggulan yang dimiliki manusia maka ada sifat Maha bila otak kita berfikir tentang rasionalitas maka ada yang Maha Pencipta, Maha Menentukan, Maha Pemilihara.
Kecerdasan Spiritual dapat dikembangkan dengan berbagai cara:
 Melalui Iman, M Utsman menjelaskan Iman adalah sumber ketenangan bathin dan keselamatan kehidupan. Subtansi dari iman adalah sikap iklas dan mengerjakan semua kebaikan, selalu berlindung kepada-Nya, dan Ridho terhadap qadha dan qadar Allah Swt.
 Melalui Ibadah, yang dikerjakan oleh seseorang dapat membersihkan jiwanya, bertambah banyak ia beribadah bertambah bersih jiwanya -di dalam ajaran Islam Tuhan itu dilukiskan sebagai zat yang maha suci- ia tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci jiwanya.
d. Kecerdasan Qalbiyah
Yaitu menurut Abd. Mujib, kecerdasan qalbiyah yaitu, sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal kalbu dan aktifitas-aktifitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara benar,
Juga menjelaskan bahwa pengerian Qalbiyah dapat dijabarkan dalam beberapa jenis kecerdasan qalbiyah yaitu : Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Moral, Kecerdasan Spiritual, dan Kecerdasan Beragama.
Ciri utama kecerdasan ini yaitu :
a. Respon yang intuitif ilabiab
b. Lebih mendahulukan nilai-nilai ketuhanan yang universal dari pada nilai0nilai kemanusiaan yang temporer
c. Realitas subyektif individu (dari pengalaman beribadah) diposisikan sama kuatnya, atau lebih tinggi kedudukannya dengan realitas obyaektif
d. Diperoleh melalui pendekatan penerapan spiritual keagamaan dan pensucian diri.

Jumat, 11 Februari 2011

MUZARA’AH, MUKHABARAH DAN MUSAQAH

BAB I

PENDAHULUAN

Mukhabarah dan muzara'ah adalah paroan sawah atau ladang yang benihnya bisa dari pemilik tanah dan penggarap
Musaqah ialah pemilik kebun yang memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurur perjanjian keduanya sewaku akad.

Memang banyak orang yang mempunyai kebun, tapi tidak dapat memeliharanya, sedang yang lain tidak memiliki kebun tapi sanggup bekerja. Maka dengan adanya peraturan seperti ini keduanya dapat hidup dengan baik.

Dalam muzara'ah, mukhabarah dan Musaqah, sering terjadi permasalahan dikalangan masyarakat, meskipun ketentuan-ketentuan dan syarat sudah ada, tapi sering terjadi kesalahpahaman antara pemilik tanah dengan penggarap dari segi hasilnya, karena hasil yang diharapkan terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, dan juga mengenai hal benih yang akan ditanam.

Dari permasalahan seperti ini, kami bermaksud dalam makalah ini, untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan itu, supaya tidak terjadi kesalahpahaman antara pemilik dengan penggarap.











BAB II

PEMBAHASAN


MUZARA’AH dan MUKHABARAH

Menurut etimologi, muzara,ah adalah wajan “mufa’alatun” dari kata
“az-zar’a” artinya menumbuhkan.

Al-muzara’ah memiliki arti yaitu al-muzara’ah yang berarti tharhal-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal.

Sedangkan menurut istilah muzara’ah dan mukhabarah adalah:

Ulama Malikiyah; “Perkongsian adalah bercocok tanam”

Ulama Hanabilah: “Menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau mengelolanya, sedangkan tanaman hasilnya tersebut dibagi antara keduanya.

Ulama Syafi’iyah: “Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkan dan benuhnya berasal dari pengelola. Adapun mujara’ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya berasal dari pemilik tanah.”

Dasar Hukum Mukhabarah dan Muzara’ah

Dasar hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum mukhabarah dan muzara’ah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nuslim dari Ibnu Abbas r.a.




“Sesungguhnya Nabi Saw. menyatakan, tidak mengharamkan muzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu.”

Rukun dan Syarat Muzara’ah

Rukun Muzara’ah:

1. Tanah

2. Perbuatan pekerja

3. Modal

4. Alat-alat untuk menana


Syarat-syarat Muzara’ah:

Syarat aqid (orang yang melangsungkan aqad)

1. Syarat tanaman

2. Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman

3. Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami

4. Hal yang berkaitan dengan waktu

5. Syarat alat becocok tanam.

Hukum Muzara’ah

a. Hukum muzara’ah sahih

Menurut ulama Hanafiyah, hukum mujara’ah yang sahih adalah sebagai berikut:

§ Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.

§ Pembiayaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.

§ Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu akad.

§ Menyiran atau menjaga tanaman.

§ Dibolehkan menambah penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah ditetapkan.

§ Jika salah seorang yang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya, penggarap tidak mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada waktu.

b. Hukum Muzara’ah fasid

Menurut ulama Hanafiyah hukum muzara’ah fasid adalah:

§ Penggarap tidak berkewajiban mengelola.

§ Hasil yang keluar merupakan pemilik benih.

§ Jika dari pemilik tanah, penggarap berhak mendapatkan upah dari pekerjaannya
Habis Waktu Muzara’ah

Beberapa hal yang menyebabkan mujara’ah habis:

§ Habis mujara’ah.
§ Salah seorang yang akad meninggal.

§ Adanya uzur.

Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah

Muzara’ah dan mukhabarah disyariatkan untuk menghindari adanya pemilikan hewan ternak yang kurang bisa dimanfaatkan karena tidak ada tanah untuk diolah dan menghindari tanah yang juga dibiarkan tidak diproduksikan karena tidak ada yang mengolahnya.

Muzara’ah dan mukhabarah terdapat pembagian hasil. Untuk hal-al lainnya yang bersifat teknis disesuaikan dengan syirkah yaitu konsep bekerja sama dalam upaya menyatukan potensi yang ada pada masing-masing pihak dengan tujuan bisa saling menguntungkan.













MUSAQAH

Musaqah diambil dari kata Al-saqa yaitu seseorang bekerja pada pohon tamar, anggur (mengurusnya) atau pohon-pohon yang lainnya supaya mendatangkan kemashlahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang di urus sebagai imbalan. Muasaqah adalah salah satu bentuk penyiraman.

Adapun menurut istilah adalah:

Menurut Abdurrahman Al-Jaziri: “Akad untuk pemeliharaan pohon; kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu.

Menurut Malikiyah: “Sesuatu yang tumbuh ditanah.

Menuut Syafi’iyah: ” Membeikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara, dan menjaganya dan bagi pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan pohon-pohon tersebut.

Menurut Hanabilah musaqah mencakup dua hal yaitu:

§ Pemilik menyerahkan tanah yang sudah ditanami, seperti pohon anggur, kurma dan yang lainnya, baginya ada buahnya yang dimakan sebagai bagian tertentu dar buah pohon tersebut.

§ Seseorang menyerahkan tanah dan pohon, pohon tersebut belum ditanamkan yang menanamkan akan memperoleh bagian tertentu dari buah pohon yang ditanamnya.

Menurut Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Syaikh Umairah: “memperkerjakan manusia untuk mengurus pohon dengan menyiram dan memeliharanya dan hasil yang dirizkikan Allah dari pohon itu untuk mereka berdua.

Menurut Hasbi Ash-Shiddiqi: “Syarikat pertanian untuk memperoleh hasil dari pepohonan.

Dapat disimpulkan dari definisi-definisi diatas bahwa musaqah adalah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya.


Dasar Hukum Musaqah

Dasar hukumnya yaitu Al-hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Amr ra bahwa Rasulullah saw bersabda :



“ Memberikan tanah khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian . Pada riwayat lain dinyatakan bahwaRasul menyerahkan tanah khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk nabi.”

Rukun dan Syarat Musaqah

Rukun Musaqah:

1. Shigat, yang dilakukan kadang-kadang dengan jelas dan samaran, yang disyaratkan dengan lafadz dan tidak cukup dengan perbuatan saja.

2. Dua orang yang akad (al-aqidain), dengan syarat baligh, berakal dan tidak berada dibawah pengampuan.

3. Objek musaqah (kebun dan semua pohon yang berbuah)

4. Masa kerja, hendaklah ditentukan lama waktu yang akan dikerjakan.

5. Buah, hendaklah ditentukan bagian masing-masing.

Syarat-syarat musaqah:

1. Ahli dalam akad

2. Menjelaskan bagian penggarap

3. Membebaskan pemilik dari pohon

4. Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad

5. Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.

4. Hukum Musaqah

Hukum musaqah sahih

Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah sahih adalah:

§ Segala pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan pohon diserahkan kepada penggarap, sedang biaya yang diperlukan dalam pemeliharaan dibagi dua,

§ Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan,

§ Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya tidak mendapatkan apa-apa,

§ Akad adalah lazim dari kedua belah pihak,

§ Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada uzur,

§ Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah disepakati,

§ Penggarap tidak memberikan musaqah kepada penggarap lain kecuali jika di izinkan oleh pemilik.

Menurut ulama Malikiyah:

§ Sesuatu yang tidak berhubungan dengan buahtidak wajib dikerjakandan tidak boleh disyaratkan,

§ Sesuatu yang berkaitan dengan buah yang membekas di tanah tidak wajib dibenahi oleh penggarap.

§ Sesuatu yang berkaitan dengan buah tetapi tidak tetap adalah kewajiban penggarap, seperti menyiram atau menyediakan alat garapan, dan lain-lain.

Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat dengan ulama Malikiyah akan tetapi menambahkan bahwa segala pekerjaan yang rutin setiap tahun adalah kewajiban penggarap, sedangkan pekerjaan yang tidak rutin adalah kewajiban pemilik tanah.

Hukum musaqah fasid

Musaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara’.

Menurt ulama Hanafiyah, musaqah fasid meliputi:

§ Mensyaratkan hasil musaqah bagi salah seorang dari yang akad,

§ Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi yang akad,

§ Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam penggarapan,

§ Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan pada penggarap,

§ Mensyaratkan penjagaan pada penggarap setelah pembagian,

§ Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus bekerja setelah habis wakt akad,

§ Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan,

§ Musaqah digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi kepada penggarap lainnya.
. Habis waktu Musaqah

Menurut ulama Hanafiyah, musaqah dianggap selesai apabila:

a. Habis waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad

b. Meninggalnya salah seorang yang akad

c. Membatalkan, baik dengan ucapan jelas atau adanya uzur.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat musaqah selesai jika habis waktu








BAB III

KESIMPULAN


Muzara'ah adalah paroan lahan atau sawah yang benihnya berasal dari petani atau orang yang akan menggarap lahan tersebut.

Muhkabarah adalah paroan sawah atau lahan yang benihnya berasal dari pemilik tanah
Musaqah adalah akad antara pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari pohon yang diurusnya. Muasaqah adalah salah satu bentuk penyiraman.

Adapun sistem pembagian hasilnya disesuaikan dengan ketentuan sebelumnya antara pemilik tanah dan penggarap.

PENGERTIAN, SUMBER, KARAKTERISTIK DAN MISI AJARAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama samawi ( langit ) yang diturunkan Allah SWT
melalui utusan-Nya, Muhammad SAW. Islam merupakan Agama yang
menjadi Rahmat bagi seluruh alam.Namun di jaman sekarang ini banyak orang-orang yang tidak mengerti akan pengertian, Karakteristik, dan Misi Islam itu sendiri.sehingga banyak orang-orang yang mengatasnamkan Islam untuk kepentingan pribadi, kelompok dan partai .bahkan yang paling ekstrim adalah yang mengatas namakan Islam sebagai kedok untuk melakukan aksi terorisme,sehingga Islam dianggap sebagai Agama teroris.


1.2 Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
pada penulisan makalah ini adalah :
a. Apa pengertian dari Islam ?
b. Apa yang menjadi Sumber ajaran Islam ?
c. Bagaimana karakteristik ajaran Islam ?
d. Apa misi dari ajaran Islam ?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah :
a. Menjelaskan Pengertian, Sumber, Aspek, Karakteristk, dan Misi ajaran Islam.
b. Memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Pengantar Studi Islam.

1.5 Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini metode yang digunakan adalah Deskriptif,
sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara
studi kepustakaan.







BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ISLAM
Islam secara bahasa berasal dari kata Salam, Aslama, Silmun, Sulamun yang mempunyai bermacam-macam arti. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Aslama yang artinya menyerah, berserah diri, tunduk, patuh, dan masuk Islam. dengan demikian Islam dengan makna tersebut berarti agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Alloh, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar menawar. Kata Aslama terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 112, surat Ali Imron: 20 dan 83, surat An-Nisa’: 125 dan surat Al-An’am: 14.
2) Silmun yang artinya keselamatan dan perdamaian. Dengan makna tersebut berarti Islam adalah agama yang mengajarkan hidup damai, tentram, dan selamat. Kata Silmun terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah; 208 dan surat Muhammad: 35.
3) Sulamun yang artinya tangga, sendi dan kendaraan. Dengan arti tersebut, Islam berarti agama yang memuat peraturan yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan manusia dan mengantarkannya kepada kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.
4) Salam yang artinya selamat, aman sentosa, dan sejahtera. Dengan demikian Islam dengan makna tersebut berarti aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Kata Salam terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am :45, Surat Al-A’raf: 46 dan Surat An-Naml: 32.
Dengan demikian secara bahasa, makna Islam dapat dirangkum sebagai berserah diri kepada Alloh SWT untuk tunduk dan taat kepada hukum-Nya (Aslama) sehingga dirinya siap untuk hidup damai dan menebar perdamaian dalam masyarakat (Silmun) dalam rangka untuk menaiki tangga atau kendaraan kemuliaan (Sulamun) yang akan membawanya kepada kehidupan sejahtera dunia dan akhirat (Salamun).
Sementara secara Istilah, pengertian Islam yang diberikan oleh para ulama dan para cendikiawan muslim sangat bervariasi sesuai dengan sudut pandang dan latar belakang keilmuan masing-masing. Akan tetapi definisi yang berbeda tersebut saling melengkapi antara satu dengan yang lain.
1. Ahmad Abdullah al-Masdoosi menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya aturan hidup yang diwahyukan untuk segenap umat manusia dari zaman ke zaman, dan bentuk terakhir yang sempurna adalah Islam yang ajaranya tersebut di dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW.
2. Syaikh Mahmud Syaltut dalam bukunya Al-Islam: Aqidah wa Syari’ah mendifinisikan Islam sebagai agama Allah yang ajaran-ajaranya diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan memberikan penegasan kepada nabi untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluiruh umat manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama Alloh (agama samawi) yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya sejak Nabi Adam AS hingga yang terakhir Nabi Muhammad SAW. agama tersebut mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik keyakinan, ibadah, sosial, hukum, politik, ekonomi, akhlak dan lain sebagainya maupun pedoman hidup bagi seluruh umat manusia agar dapat tercapai kehidupan yang diridhai Alloh SWT dan kebehagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Antara Islam sebagai agama samawi terakhir dengan agama wahyu sebelumnya jelas mempunyai hubungan yang erat karena keberadaanya merupakan mata rantai terakhir agama Alloh. Hanya saja beberapa perbedaan yang menjadi ciri fundamental Islam sebagai wahyu terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan Islam sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi-nabi sebelumnya.
a. Islam sebagai agama wahyu terakhir merupakan agama universal, yakni agama yang berlaku untuk segenap umat manusia sepanjang masa di seluruh dunia. Sementara agama wahyu sebelum Islam bersifat lokal yang hanya berlaku untuk bangsa tertentu dan untuk waktu tertentu. Universalitas Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad dapat ditemukan dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya’(21): 107, Surat Al-Furqon: 1, Surat Al-A’raf: 158, surat Saba’: 28, Surat Sad: 87 dan Surat Al-Fath: 28.
b. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw merupakan penyempurna agama Alloh yang diwahyukan kepada Rasul sebelumnya. Ini berarti bahwa seluruh umat manusia wajib menganut agama Islam yang telah disempurnakan karena agama yang pernah diajarkan oleh para nabi sebelumnya telah diganti kedudukanya oleh agama yang dibawakan oleh Nabi Muhammad saw.
c. Agama Islam sebagai agama wahyu terakhir juga merupakan pelurus dan peneliti (pengoreksi) terhadap perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada agama-agama sebelumnya, terutama dalam bidang Aqidah (keyakinan) agar tetap berpedoman kembali kepada kepercayaan bahwa Tuhan itu maha Esa (agama tauhid). Hal ini dapat dilihat dalam QS Al-Maidah: 64.


B. SUMBER AJARAN ISLAM
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an secara bahasa ( Lughawi ) merupakan bentuk kata yang muradif dengan kata Al-Qira’ah, yaitu bentuk masdar dari fi’il madhi “ Qara’a “ yang berarti bacaan . Arti Qara’a lainnya ialah mengumpulkan atau menghimpun, menghimpun huruf dan kata –kata dalam suatu ucapan yang tersusun rapih. Sedangkan arti Qara’a dalam arti masdar ( infinitif ) seperti diatas, di jelas kan dalam firman Alloh SWT Q.S Al-Qiyamah ayat 17-18.
Sedangkan secara Istilah Al-Qur’an di definisikan sebagai berikut :
اَلْقُرْاَنُ هُوَ كَلَامُ اللهِ ِباللَّفْظِ اْلعَرَبِيِّ اْلمُعْجِزُ اْلمُنَزَّلُ عَلَي النَّبِيّ صلى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اَلْمَكْتُوْبُ فِي اْلمَصَاحِفِ اْلمَنْقُوْلُ عَنْهُ بِالتَّوَاتُرِ اْلمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ اْلمَبْدُوْءُ بِسُوْرَةِ اْلفَاتِحَةِ اْلمُخْتَتَمُ بِسُوْرَةِ النَّاسِ
Al-Qur’an adalah [1]Firman Alloh [2]yang berlafal bahasa Arab [3]yang mengandung mukjizat [4]diturunkan kepada Nabi saw [5]yang tertulis di dalam mushaf, [6]yang ditransmisikan secara mutawatir, [7]dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya, [8]dan dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas.
Dari definisi di atas sebuah kitab atau mushaf bisa dikatakan sebagai al-Qur’an manakala memenuhi delapan syarat, yaitu:
a) Firman Allah,
Artinya bahwa kitab suci Al-Qur’an merupakan kumpulan firman-firman Allah yang diformulasikan oleh Alloh swt sendiri baik makna maupun teksnya. Sementara Nabi Muhammad SAW sekedar menerima, tanpa memformulasikan ulang. Ini sekaligus memberikan penegasan untuk membedakan antara hadits dan al-Qur’an. Hadits walaupun kandungan maknanya berasal dari Allah, tetapi formulasi verbalnya berasal dari kreatifitas Nabi. Sementara Al-Qur’an baik makna maupun formulasi verbalnya sepenuhnya berasal dari Alloh swt, Nabi sekedar menerima jadi (taken for granted) apa yang diturunkan Alloh kepadanya.
b) Berlafal bahasa arab.
Artinya bahwa Al-Qur’an itu disebut sebagai Al-Qur’an manakala berlafalkan bahasa Arab, bukan bahasa lainya. Ini sekaligus untuk membedakan antara al-Qur’an dan terjemah Al-Qur’an atau tafsir Al-Qur’an. Sekalipun terjemah Al-Qur’an sangat sempurna dalam penyalinan makna Al-Quran dalam bahasa lain, tidak bisa dan tidak boleh disebut sebagai Al-Qur’an sendiri. Karena penerjemahan walaupun sangat sempurna tidak bisa mewakili makna dan kandungan Al-Qur’an secara keseluruhan. Karena penerjemahan sudah tidak lagi murni, akan tetapi peran akal manusia sangat dominan. Sehingga seringkali penerjemahan antara satu orang dengan orang lain, atau satu masa dengan masa yang lain seringkali mengalami perubahan. Oleh karena itu terjemahan atau yang lainya tidak bisa dan tidak boleh disebut sebagai Al-Qur’an itu sendiri. Ini dilakukan dalam rangka untuk menjaga otentisitas Al-Qur’an dari dahulu sampai akhir zaman.
c)Mengandung mukjizat.
Mukjizat Al-Qur’an tidak diragukan lagi. Dari susunan huruf, kata, kalimat, ayat, maupun surat semuanya mengandung keistimewaan yang tidak dimiliki oleh buku-buku karangan manusia. Demikian juga dari segi makna, isyarat-isyarat ilmiah, dan pembacaan telah begitu banyak melahirkan kekaguman, pencerahan, karya dan peradaban manusia dari periode ke periode.
d) Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
Ini sekaligus untuk membedakan dengan kitab-kitab suci lainya. Bahwa kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah Al-Qur’an. Sementara kitab-kitab lain yang diturunkan kepada selain Nabi Muhammad bukan disebut Al-Qur’an. Sehingga Al-Qur’an merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut secara khusus kitab suci yang telah diturunkan oleh Alloh kepada Nabi Muhammad SAW.
e) Tertulis di dalam Mushaf.
Ini artinya bahwa Al-Qur’an itu disebut sebagai Al-Qur’an, karena tertulis atau ditulis dalam Mushaf, tidak sekedar dihafal dalam otak manusia dalam bentuk cerita, dongeng atau tutur tinular, dari mulut ke mulut. Al-Qur’an itu ditulis dari generasi pertama hingga sampai saat ini, dan akan terus berlangsung sampai akhir zaman. Transmisi Al-Qur’an disamping mengandalkan tradisi oral (lisan) yang sudah terbentuk dari generasi awal Islam juga dipandu oleh tradisi tulis al-Qur’an, sehingga keduanya saling melengkapi dan memperkuat otentisitas Al-Qur’an hingga sampai saat ini.
f) Ditransmisikan secara mutawatir.
Mutawatir adalah diriwayatkan dari orang banyak kepada orang yang banyak pula dan seterusnya, sehingga tidak dimungkinkan terjadinya kebohongan, pemalsuan, ataupun kesalahan dalam transmisi.
g) Dianggap sebagai Ibadah bagi yang membacanya.
Artinya pembacaan Al-Qur’an yang berbahasa Arab tersebut mempunyai nilai Ta’abudi (Ibadah), walaupun tidak memahami isi kandunganya.
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم َ حَرْفٌ ٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ
Nabi SAW bersabda: “Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Alloh, maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim adalah satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (HR Tirmiziy: 3158)
h) Dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
Susunan surat dan ayat Al-Qur’an didasarkan pada Tauqifi (ketetapan dan petunjuk dari Nabi SAW langsung) yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Sehingga susunan selain ini, dianggap sebagai tafsir Al-Qur’an bukan Al-Qur’an itu sendiri. Seperti Susunan Al-Qur’an yang didasarkan pada kronologi turunya Al-Qur’an, tidak diangap sebagai Al-Qur’an, tetapi tafsir Al-Qur’an.

2. Sunnah
Kedudukan As-Sunnah sebagi sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat al-Qur’an, Hadits dan juga didasrkan pada kesepakatan para sahabat Nabi. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajibnya mengikuti Hadits, baik pada masa rasulullah masih hidup maupun setelah wafat.
Menurut bahasa, As-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan apakah jalan tersebut baik atau buruk. Pengertian As-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: “Barang siapa yang membuat Sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahalalah bagi yang membuat Sunnah itu dan pahala bagi yang mengikutinya; dan barangsiapa yang membuat Sunnah yang buruk, maka dosalah bagi orang yang membuat Sunnah yang buruk itu dan dosa bagi yang mengikutinya” (HR.Muslim).
Di dalam Islam ada banyak kitab Sunnah/Hadits yang menjadi rujukan utama dalam penggalian hukum Islam. Dari sekian banyak kitab Hadits/Sunnah paling tidak ada 12 kitab hadis yang paling populer. Dua belas kitab Hadits tersebut adalah:
1. Sahih Al-Bukhari
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Bukhari, dikenal juga dengan Al-jami Al-Musnad As-Sahih Al-Mukhtasar Min Umur Rasulilah SAW Wa Sunanihi Wa Ayyamihi. Berdasarkan judul yang dkemukan Imam Bukhari tersebut, Hadits yang dikatakan sahih dalam kitabnya adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW. Ada Hadits yang sanadnya terputus atau tanpa sanad sama sekali, namun hadis tersebut hanya bersifat pengulangan dan merupakan pendukung terhadap Hadits yang sedang dibahas. Oleh sebab itu, Imam Az-Zahabi mengatakan bahwa kitab ini merupakan kitab yang bernilai tinggi dan paling baik setelah Al-Qur’an.
Selema 16 tahun Imam Bukhari berkeliling ke berbagai wilayah Islam untuk menemui para guru Hadits dan meriwayatkan hadis dari mereka. Dalan mencari kebenaran suatu Hadits, ia secara tekun menemui para periwayat Hadits tersebut sehingga yakin benar bahwa Hadits itu sahih.
Sahih al-Bukhari memuat Hadits sahih yang diseleksi Imam Bukhari dari 600.000 hadis yang dihafalnya. Hadits tersebut diterimanya dari sekitar 90.000 perawi Hadis. Berdasarkan informasi dalam Mausu’ah Al-Hadits As-Syarif (ensiklopedia Hadits) yang dikeluarkan oleh Kementerian Wakaf - Majelis Tinggi Urusan Islam Pemerintah Mesir, bahwa sahih Al-Bukhari memuat sebanyak 98 tema (kitab), dengan 7563 koleksi Hadits Nabi di dalamnya.
2. Sahih Al-Muslim
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Muslim. Hadits dalam kitab ini disusun berdasarkan sistematika fikih yang topiknya sama dengan Sahih Al-Bukhari. Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sahih Muslim memuat 57 tema (kitab) dengan 7748 koleksi Hadits di dalamnya. Kitab ini merupakan hasil seleksi Imam Muslim dari 300.000 Hadits yang dihafal Imam Muslim.
Imam Muslim tidak mengemukan syarat terlalu ketat dalam menuliskan Hadits pada kitabnya jika dibandingkan dengan Imam Al-Bukhari. Sekalipun mengemukakan syarat yang sama, yaitu sanad Hadits bersambung serta diterima dari dan oleh orang yang adil dan dapat dipercaya, keduanya berbeda pendapat mengena syarat antara murid (penerima hadis) dan guru (sumber hadis). Menurut Imam Muslim, murid dan guru tidak harus bertemu, tetapi ckup bahwa keduanya sama-sama hidup satu masa (Al-Mu’asarah). Namun Imam Al-Bukhari mensyaratkan, murid dan guru harus bertemu (Al-Liqa’). Atas dasar ini, ulama Hadits menempatkan Sahih Al-Bukhari lebih baik dari Sahih Muslim meskipun mereka sepakat menyatakan bahwa kedua kitab tersebut memuat Hadits sahih.
3. Sunan Abu Dawud
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Abu Dawud. Menurut mausuah Hadits Syarif, Sunan Abi Dawud memuat 42 tema (kitab) dengan 5276 koleksi Hadits di dalamnya, 4.800 hadis di antaranya merupakan Hadits hukum. Diantara Imam yang enam yang termasuk dalam Al-Kutub As-Sittah, Abu Dawud merupakan Imam yang paling fakih. Oleh sebab itu, Sunan Abi Dawud dikenal dengan sebagai kitab Hadits hukum, sehinga ulama Hadits fikih mengakui bahwa seseorang Mujtahid cukup merujuk Sunan Abi Dawud di samping Al-Qur’an.
4. Sunan at-Tirmiziy
Kitab ini juga dikenal dengan Nama Jami’ At-Tirmizi. Kitab ini disusun oleh Abu Isa Muhammad At-Tirmizi. Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sunan At-Tirmiziy memuat 46 tema (kitab) dengan 4415 koleksi Hadits di dalamnya.
Sunan At-Tirmizi memuat beberapa istilah ilmu Hadits yang belum pernah diungkap oleh para pakar Hadits sebelumnya, misalnya istilah Hadits hasan sahih, Hadits sahih garib (asing, ganjil), Hadits hasan garib, dan Hadits hasan sahih garib. Imam At-Tirmizi tidak menjelaskan pengertian istilah tersebut. Ulama Hadits sesudahnya mencoba untuk menjelaskan istilah yang digunakan Imam Tirmizi tersebut, misalnya: Ibn As-Shalah.
5. Sunan an-Nasaiy
Kitab ini disusun oleh Imam An-Nasai. Kitab Hadits ini juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba dan Sunan As-Sugra yang merupakan hasil seleksi dari Hadits yang terdapat dalam kitab As-Sunan Al-Kubra karya Imam An-Nasai sebelumnya. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan An-Nasaiy memuat 52 tema (kitab) dengan 5776 koleksi Hadits di dalamnya.
Sunan An-Nasai disusun sesuai dengan sistematika fikih dengan mempergunakan bab yang menjelaskan serta mengistinbatkan berbagai hokum yang dikandung suatu hadis. Oleh karena itu, kitab in menjadi rujukan para ahli fikih setelah Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim, karena kualitas Hadits yang ada di dalamnya menempati posisi dibawah kedua kitab hadis tersebut dan di atas Sunan Abi Dawud dan Sunan At-Tirmizi.
6. Sunan Ibn Majah
Kitab hadis ini adalah karya Abu Abdullah bin Yazid Al-Qazwaini yang dikenal dengan Ibn Majah (209 H/825 M- 273 H/887 M). Kitab ini disusun oleh Imam Ibn Majah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ibn Majah memuat 38 tema (kitab) dengan 4485 koleksi Hadits di dalamnya.
Kitab Sunan ini adalah kitab Sunan yang ke-6, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu Al-Fadl Ibn Tahir Al-Maqdisi. Dalam kitab Sunan ini, menurut penilaian sebagain ahli, terdapat Hadits matruk dan maudu’. Walaupun demikian, Hadits ini tetap dimasukan ke dalam kelompok Kutub As-Sitah karena banyak Hadits yang sahih atau hasan, dan banyak pula Hadits yang tidak tercantum dalam kitab sebelumnya.
7. Muwatha’ Imam Malik
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Malik. Dan merupakan kitab Hadits yang tertua yang sampai ke tangan umat Islam saat ini. Imam Malik mengumpulkan Hadits yang dipandangnya kuat, fatwa para sahabat dan tabi’in, pendapat fikih yang disandarkan kepada konsensus penduduk Madinah, dan kemudian menjelaskan ijtihadnya sendiri dalam permasalahan yang dibahas. Bahkan sering ia mengemukakan kaidah usul fikih dalam mengistinbathkan hukum dari Hadits yang dibahas. Oleh karena itu, sebagain ulama hadai menganggap Al-Muwatha’ lebih dekat kepada fikih dari pada buku Hadits, karena banyak sekali persoalan fikih yang diaungkapkan dalam kitab tersebut.
Al-Muwwatha’ disusun atas permintaan Abu Ja’far Al-Mansur (khalifah Abbasiyah, 137 H/754 M – 159 H/775 M). Menurut Mausuah Hadits Syarif, Muwatha’ Imam Malik memuat 61 tema (kitab) dengan 1861 koleksi Hadits Nabi di dalmnya.
8. Musnad Imam Ahmad
Kitab ini disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal, dikenal dengan Imam Hambali, merupakan kitab Hadits terbesar dan terbanyak memuat Hadits. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Musnad Imam Ahmad memuat 1295 tema (kitab) dengan 28464 koleksi Hadits Nabi di dalamnya.
Hadits dalam kitab ini disusun secara berurut, sesuai dengan nama sahabat yang meriwayatkannya dengan memperioritaskan sahabat besar terlebih dahulu, seperti Abu Bakar aAs-Sidik, Umar Ibn Al-Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Di samping itu, prioritas mendahulukan riwayat sahabat juga ditentukan berdasarkan tempat tinggal meraka. Misalnya mendahulukan Sahabat yang bermukim di Madinah dari yang di Mekah. Hadits dalam kitab ini diakhiri dengan riwayat para sahabat wanita yang dimulai dengan Aisyah binti Abi bakar, Fatimah Az-Zahra, Hafsah binti Umar, dan istri Nabi lainya. Hadits dalam Musnad Ahmad bin Hambal yang ada sekarang ini tidak seluruhnya diriwayatkan oleh Imam Hambali sendiri, tetapi juga oleh Abdulah bin Ahmad bin hambal (anak Imam hanbali) dan Abu Bakr Al-Qutai’I(dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal).
9. Sunan Ad-Darimiy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Darimi. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ad-Darimiy memuat 24 tema (kitab) dengan 3567 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika ilmu fikih namun di dalamnya terdapat Hadits yang sama sekali tidak berkaitan dengan fikih. Kitab ini juga dikenal dengan Musnad Ad-Darmi, sedangkan penyusunan Hadits di dalamnya tidak mengikuti metode Al-Musnad. Namun demikian, Ad-Darimi juga memilki kitab Hadits yang lain yang disebut Al-Musnad dan dianggap oleh para ahli Hadits sebagai kitab sahih.
10. Sunan Ad-Daruquthniy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Daruquthni (Abu Hasan bin Umar Ad-Daruquthni) pada abad ke- 4 hijriyah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ad-Daruquthniy memuat 31 tema (kitab) dengan 4898 koleksi Hadits Nabi di dalamnya.
11. Musnad Al-Khumaidiy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Humaidy. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Al-Khumaidiy memuat 183 tema (kitab) dengan 1361 koleksi Hadits Nabi di dalamnya.
12. Sunan Al-Baihaqiy
Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Baihaqi. Kitab ini juga dikenal dengan nama Kitab Sunan Al-Kubra. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Al-Baihaqiy memuat 72 tema (kitab) dengan 22340 koleksi Hadits Nabi di dalamnya.
Imam Al-Baihaqi adalah seorang ahli Hadits terkemuka dan pengikut Mazhab Syafi’i. Ia adalah seorang saleh dan sederhana, serta menganut teologi Asy’ariyah. Nama lengkapnya adalah Abu bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khorujirdi (334 H/994 M – 458 H/1066 M). untuk belajar Hadits, Al-Baihaqi mengembara ke beberapa negara dan belajar pada seratus ulama, antara lain Abu Hasan Muhammad bin Husain Al-Alawi dan Al-Hakim Abi Abdillah Muhammad bin Abdullah.
Meskipun dipandang sebagai ahli Hadits terkemuka, Al-Baihaqi tidak cukup mengenal karya Hadits At-Tirmizi, An-Nasai, dan Ibn Majah. Ia juga tidak berjumpa dengan buku Hadits atau Musnad Ahmad bin Hambal (imam Hambali). Ia menggunakan Mustadrak Al-Hakim karya Imam Al-Hakim secara bebas. Munurut Zz-Zahabi, kajian Al-Baihaqi dalam Hadits tidak begitu besar, tetapi ia mahir dalam meriwayatkan Hadits karena ia benar-benar mengetahui sub bagian Hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad.
Karya Al-Baihaqi, Kitab As-Sunan Al-Kubra (terbit di Hydarabad, India, 10 jilid, 1344-1355) merupakan karya yang paling terkenal. Menurut As-Subki (ahli fikih, usul fikih dan hadis), tidak ada sesuatu yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam peneyesuaian penyusunannya maupun mutunya.
Pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunah Al-Maqbulah dilakukan secara konprehensif integralistik baik dengan pendektan tekstual maupun kontekstual.














C. KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
1.Rabbaniyah
Rabbaniyah artinya bersumber dari Alloh SWT, bukan buatan manusia. Dan tujuan pertama dan terakhirnya adalah agar manusia menyembah Alloh yang merupakan tujuan penciptaan manusia (QS (51): 56).
2. Al-Insaniyah
Bersifat kemanusiaan yang universal (al-insaniyah), yaitu diturunkan oleh Alloh SWT sebagai petunjuk untuk seluruh umat manusia, bukan hanya dikhususkan untuk suatu kaum atau golongan (QS (21): 107, (34): 28, (7): 158)
3. Kamulah
Lengkap dan mencakup ( kamulah) seluruh aspek kehidupan. Tidak suatu perkara baik kecil maupun besar kecuali Islam telah menerangkan hukumnya (QS (6): 38, (16): 89).
4. Sahlah
Ajaran Islam mudah untuk dikerjakan tanpa kesulitan sedikitpun, sebab Islam tidak membebankan manusia suatu kewajiban kecuali sebatas kemampunya (QS Al-Baqarah (2): 286)
5. Al-Adalah
Ajaran Islam bertujuan menegakkan keadilan mutlak dan mewujudkan persaudaraan dan persamaan di tengah kehidupan manusia, serta memelihara jiwa, kehormatan, harta, akal dan agama mereka (QS (5): 8, (6): 152, (4): 125)
6. Tawazuniyah
Bersifat seimbang (tawazun), di mana seluruh ajaran Islam menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, antara jasad dan ruh, antara dunia dan akhirat
7. Marunah
Perpaduan antara yang tidak berubah (tsabat) dan menerima perubahan. Ajaran islam tidak berubah pada pokok-pokok dan tujuanya, namun menerima perubahan pada cabang (furu’), sarana dan cara-caranya, sehingga dengan sifat menerima perubahan ini Islam dapat menyesuaikan diri dan dapat menghadapi perkembangan zaman. Dan dengan sifat tidak berubah pada pokok-pokok dan tujuanya, Islam tidak larut dan tunduk pada perubahan zaman dan perputaran waktu.
Adapun Aspek-aspek ajaran islam meliputi :
1. Aqidah yang memuat tentang persoalan-persoalan keimanan yang harus dipedomani.
2. Ibadah yang menjelaskan tentang segala persoalan ritual dalam kaitanya dengan bagaimana seseorang berhubungan dengan Allah SWT, seperti:Taharah, Shalat, Puasa, Zakat, dan Haji.
3. Muamalah Duniawiyah yang mengatur tentang dimensi hubungan manusia dengan sesama umat manusia, seperti Sistem Keluarga (Perkawinan, kewarisan), Sistem ekonomi, Sistem Politik, Sistem Hukum, Sistem Pendidikan.
4. Akhlak yang menjelaskan bagaimana seharusnya manusia mempunyai jiwa dan etika yang mulia berdasarkan nilai-nilai Ilahiyah.

D. MISI AJARAN ISLAM

Misi ajaran Islam adalah sebagai pembawa rahmat, dapat dilihat dari peran yang dimainkan Islam dalam menangani berbagai problematika agama, sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, dan sebagainya. Dari sejak kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam senantiasa hadir memberikan jawaban terhadap permasalahan di atas. Islam sebagaimana dikatakan H.A.R. Gibb bukan semata-mata ajaran tentang keyakinan saja, melainkan sebagai sebuah sistem kehidupan yang multi dimensial.
Dari sejak kelahirannya Islam sudah memiliki komitmen dan respon yang tinggi untuk ikut terlibat dalam memecahkan berbagai masalah . Islam bukan hanya mengurusi sosial ibadah dan seluk beluk yang terkait dengannya saja, melainkan juga ikut terlibat memberikan jalan keluar yang terbaik untuk mengatasi berbagai masalah tersebut dengan penuh bijaksana, adil, demokratis, manusiawi, dan seterusnya. Hal-hal yang demikian itu dapat dikemukakan sebagai berikut :

Pertama, dalam bidang sosial, Islam memperkenalkan ajaranyang bersifat egaliter atau kesetaraan dan kesederajatan antara manusia dengan manusia lain. Satu dan lainnya sama-sama sebagai makhluk Allah SWT. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Kedua, misi Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam dapat dilihat dari ajarannya dalam bidang ekonomi yang bersandikan asas keseimbangan dan pemerataan. Dalam ajaran Islam seseorang diperbolehkan memiliki kekayaan tanpa batas, namun dalam jumlah tertentu dalam hartanya terdapat milik orang lain yagn harus dikeluarkan dalam bentuk zakat, infak, dan sedekah.

Ketiga, misi ajaran Islam rahmatan lil alamin dalam bidang politik terlihat dari perintah Al-Qur’an agar seorang pemerintah bersikap adil, bijaksana terhadap rakyat yang dipimpinnya, mendahulukan kepentingan – kepentingan rakyat daripada kepentingan dirinya, melindungi dan mengayomi rakyat, memberikan keamanan dan ketentraman kepada masyarakat.

Keempat, missi rahmatan lil alamin ajaran Islam dalam bidang hukum-hukum terlihat dari perintah Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 58. Ayat tersebut memerintah seorang hakim agar berlaku adil dan bijaksana dalam memutuskan perkara. Penegakan supermasi hukum sangat dianjurkan dalam ajaran Islam.

Kelima, misi ajaran Islam rahmatan lil alamin dapat pula dilihat dalam bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari ajaran Islam yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk mendapatkan hak-haknya dalam bidang pendidikan. Islam menganjurkan belajar sungguhpun dalam keadaan perang, dan menuntut ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat, serta melakukannya sepanjang hayat. Pendidikan dalam Islam adalah untuk semua. pemerataan dalam pendidikan adalah merupakan misi ajaran Islam.
Berdasarkan fakta dan analisis sebagaimana di atas, kita dapat mengatakan bahwa misi ajaran Islam adalah untuk melindungi hak-hak asasi manusia baik jiwa, akal, agama, harta, keturunan dan lainnya yang terkait. Untuk itu maka Islam sangat menekankan perlunya menegakkan keadaan dunia yang aman, damai, sejahtera, tentram, saling tolong-menolong, toleransi, adil, bijaksana, terbuka, kederajatan, dan kemanusiaan. Dengan ajaran yang demikian, maka Islam bukanlah agama yang harus ditakuti, apalagi dituduh sebagai sarang teroris, pembuat kekacauan dan sebagainya.



















BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Islam adalah agama samawi ( langit ) yang diturunkan Allah SWT
melalui utusan-Nya, Muhammad SAW.Sumber ajaran Islam ada dua,yaitu
Al-Qur’an Dan Sunnah ( Hadits ).Adapun misi dari ajaran Islam adalah
sebagai Rahmat bagi seluruh alam.

2. Saran

Sebagai umat Islam sepatutnya kita harus menjaga citra Islam,kita tidak boleh mengatas namakan Islam hanya untuk kepentingan pribadi, partai ataupun yang lainnya.
































DAFTAR PUSTAKA

1. Sodikin, H.Abuy, Badruzzaman S.Ag, Metodologi Studi Islam, Bandung: Tunas Nusantara, 2000