Sabtu, 12 Februari 2011

THAHARAH

A. Bersuci
Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah:222)
 Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut:
a. Alat bersuci, seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macan dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
 Bersuci ada dua bagian:
1. Bersuci dari hadas. Bagian khusus untuk badan, seperti mandi, berwudu, dan tayamum.
2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.
B. Macam-macam air dan pembagiannya:
1. Air yang suci dan menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaanya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
2. Air yang suci, tetapi tidak menyucikan
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air, yaitu:
a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tsb diatas, seperti air kopi, teh, dsb.
b. Air sedikit, kurang dari dua kulah, sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
c. Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu (air nira), air kelapa, dsb.
3. Air yang bernajis
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam:
a. Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b. Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit-berarti kurang dari dua kulah- tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis. Kalau air itu banyak, berarti dua kulah atau lebih, hukumnya tetap suci dan menyucikan.
4. Air yang makruh
Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian; kecuali air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.
C. Benda-benda yang termasuk najis
Suatu barang (benda) menurut hukum aslinya adalah suci selama tak ada dalil yang menunjukkan bahwa benda itu najis. Benda najis itu banyak diantaranya:
1. Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
2. Darah
3. Nanah
4. Segala benda cair yang keluar dari dua pintu
5. Arak; setiap minuman keras yang memabukkan
6. Anjing dan babi
7. Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup
 Kaifiat (cara) mencuci benda yang kena najis
1. Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kecing anak laki-laki yang belum memakan makanan lain selain ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir diatas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
3. Najis mutawassitah (pertengahan), yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang tersebut diatas. Najis pertengahan ini terbagi atas dua bagian:
a. Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kena itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, atau baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
D. Istinja
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotoran, wajib istnja’ dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula-mula dengan batu atau lainya, kemudian dengan air.
Syarat istinja’ dengan batu dan yang sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya, maka tidak sah lagi istinja’ dengan batu, tetapi wajib dengan air.
E. Adab buang air kecil dan besar
1. Sunat mendahulukan kaki kiri ketika masuk kakus, dan mendahulukan kaki kanan tatkala keluar.
2. Janganlah berkata-kata selama didalam kakus itu, kecuali berdoa dikala masuk kakus itu, kecuali berdoa dikala masuk kakus.
3. Hendaklah memakai sepatu, sandal, atau sejenisnya, karena Rasulullah Saw. apabila masuk kakus, beliau memakai sepatu. (Riwayat Baihaqi)
4. Hendaklah jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya, supaya jangan mengganggu orang lain.
5. Jangan berkata-kata selama didalam selama didalam kakus, dll.
F. Wudu (mengambil air untuk salat)
Perintah wajib wudu bersamaan dengan perintah wajib salat lima waktu, yaitu tahun setengah sebelum tahun Hijriah.
 Syarat-syarat wudu
1. Islam
2. Mumayiz
3. Tidak berhadas besar
4. Dengan air yang suci dan menyucikan
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah, dsb. yang melekat diatas kulit anggota wudu.
 Fardu (rukun) wudu
1. Niat
2. Membasuh muka
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku
4. Menyapu sebagian kepala
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
6. Menertibkan rukun-rukun diatas
 Beberapa sunat wudu
1. Membaca “membaca” pada permulaan wudu.
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum berkumur-kumur.
3. Berkumur-kumur.
4. Memasukkan air ke hidung.
5. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri, dll.
 Yang Membatalkan wudu
1. Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya
2. Hilang akal
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan
G. Mandi wajib
Yang dimaksud dengan “mandi” disini ialah mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat.
 Sebab-sebab mandi wajib
1. Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak.
2. Keluar mani.
3. Mati.
4. Haid.
5. Nifas.
6. Melahirkan.
 Fardu (rukun) mandi
1. Niat
2. Mengalirkan air ke seluruh badan
 Sunat-sunat mandi
1. Membaca “bismillah” pada permulaan mandi
2. Berwudu sebelum mandi
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri
5. Berturut-turut
 Mandi Sunat
1. Mandi hari Jumat disunatkan bagi orang yang akan mengerjakan salat Jumat.
2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kurban.
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada kemungkinan ia keluar mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah, dll.
H. Tayamum
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudu atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur), yaitu:
1. Uzur karena sakit
2. Karena dalam perjalanan
3. Karena tidak ada air
 Syarat tayamum
1. Sudah masuk waktu salat
2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu salat sudah masuk
3. Dengan tanah yang suci dan berdebu
4. Menghilangkan najis
 Fardu (rukun) tayamum
1. Niat
2. Mengusap muka dengan tanah
3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah
4. Menertibkan rukun-rukun
 Hal-hal yang dilarang karena hadas kecil
1. Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunat. Begitu juga sujud tilawah, sujud syukur, dan khotbah Jumat.
2. Tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3. Menyentuh, membawa, atau mengangkat Mushaf (Qur’an).
 Hal-hal yang dilarang karena hadas junub
1. Salat, baik salat fardu ataupun salat sunat.
2. Tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3. Menyentuh, membawa, atau mengangkat Mushaf (Qur’an).
4. Membaca Al-Qur’an.
5. Berhenti dalam masjid.
 Hal-hal yang dilarang karena hadas, haid, atau nifas
1. Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunat.
2. Mengerjakan tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3. Menyentuh atau membawa Al-Qur’an.
4. Diam di dalam masjid.
5. Puasa, baik puasa fardu maupun puasa sunat.
6. Suami haram menalak istrinya yang sedang haid atau nifas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar